Tidak biasanya pagi ini harus kembali berada di belakang setir. Kebetulan sopir yang lama minta pensiun karena sudah terlalu tua. Jadilah dua hari ini menikmati kembali ‘jalan-jalan’ di Jakarta yang biasanya terlewati dengan mata terpejam, alias tidur.

Jadi ingat awal-awal Pak Udin jadi supri, beberapa kali mencoba menerobos aturan. Saya pasti akan langsung tegur. Sesederhana saya meminta Pak Udin tidak membunyikan klakson pada saat macet atau saat-saat yang sebenarnya tidak perlu membunyikan klakson. Mengurangi dampak dari intensitas kemacetan, ketegangan, keresahan, kekesalan, dan lainnya pada saat berkendaraan, khususnya di Jakarta, lebih khusus lagi di daerah Mega Kuningan dan sekitarnya.

Pagi tadi ketika sudah berada di daerah Rasuna, pada sebuah putaran balik yang tidak pernah tidak macet, lalu lintas sudah sangat berjalan dengan teratur walau sangat lambat, tiba-tiba saya diganggu dengan pemandangan ini. Sebuah sedan mewah meluncur dengan asyiknya di jalur bus Trans Jakarta.

Bicara tentang hak dan kewajiban pengendara, hal ini sudah jelas memperlihatkan tentang apa yang ‘dipahami’ tentang hak-hak ini. Sudah jelas keegoisan, kesombongan, dan kebodohannya. Hmmm, untuk yang terakhir, aseli saya tidak habis pikir. Jelas tidak berbanding lurus dengan mewahnya mobil yang dikendarai.

Awalnya saya melihat hanya bus Trans Jakarta yang melaju, kemudian berhenti karena padatnya mobil-mobil yang berputar balik (inipun juga diatur oleh Pak Polisi yang bekerja keras membuat lalu lintas bisa berjalan lancar, saya tahu ini setelah melewati putaran). Namun tiba-tiba dari arah samping di jalur Trans Jakarta, melesatlah mobil mewah ini. Dan terpaksa berhenti mengikuti bus Trans Jakarta yang sudah lebih dahulu berhenti. Antara kesal dan senang, campur aduk. Namun pada saat bus Trans Jakarta lain datang dan berhenti di belakang mobil mewah ini, tiba-tiba rasa kesal saya segera hilang, dan saya bertepuk tangan.

The road has its own answer to teach this car owner or whoever drives it.

💪💪💪

Jakarta, 4 Agustus 2017