Tidak sengaja memperhatikan seekor laba-laba di sudut sebuah ruangan. Jadi teringat tentang sebuah cerita yang saya tulis tahun lalu setelah menonton BBC Earth yang bercerita tentang seekor laba-laba berjenis Darwin. Laba-laba Darwin.

Laba-laba Darwin di hutan Madagaskar membutuhkan waktu lebih dari dua jam untuk membuat seutas jaringnya yang bisa sepanjang 25 meter!

Kebiasaan Ini dilakukan karena laba-laba Darwin ini tinggal di tepi sungai. Sungai di hutan ini bukan sungai kecil. Sebab itu, seutas jaring yang dibuat oleh laba-laba Darwin ini dipastikan panjangnya dapat menyeberangi sungai tersebut. Kenapa? Karena sungai ini dilewati banyak capung.

Hebat bukan?

Setelah seutas jaring yang sepanjang 25 meter itu terpasang, laba-laba Darwin akan segera jalan ke tengah dan membuat rumahnya hingga selesai. Setelah itu, laba-laba Darwin akan menunggu dengan sabar sampai ia mendapatkan mangsanya yang terperangkap di jaringnya.

Apa yang membuatnya spesial kalau begitu?

Laba-laba Darwin ini tidak lebih besar dari ukuran ibu jari orang dewasa. Jadi bagaimana laba-laba ini bisa mempunyai sumber energi dan bahan untuk membuat jaringnya yang 25 meter itu? Dan bagaimana laba-laba ini bisa mempunyai kemampuan menyemprotkan jaringnya sepanjang itu? Pastinya ini bukan seperti cerita di komik atau film Spiderman.

Sayangnya, sampai tulisan ini dibuat, pertanyaan pertama, belum bisa terjawab oleh para ilmuan yang ahli dibidang ini sampai sekarang. Namun untuk pertanyaan kedua, jawabannya sangat mencengangkan! Tidak pernah terbayangkan sebelumnya.

Jadi bagaimana bisa sepanjang itu?

Laba-laba Darwin membuat kolaborasi dan strategi. Ia pastikan beberapa elemen bekerjasama untuk membantunya. Laba-laba Darwin berkolaborasi dengan angin dan memastikan angin akan membawa seutas jaringnya menyeberangi sungai. Namun sebelum angin membawa seutas jaringnya ini, laba-laba Darwin akan memastikan bahwa ia memilin seutas jaringnya ini terlebih dahulu dalam jarak beberapa meter supaya tidak putus sambil terus menyemprotkan jaringnya agar angin akan terus membawanya untuk sampai ke seberang sungai. Setelah seutas jaring itu sampai di seberang sungai, ia akan bergerak ke tengah untuk membuat penuh jaring rumahnya. Tujuannya untuk segera menangkap para capung, mangsanya. Hasil tercapai. Hebat!!

Apa yang bisa kita pelajari dari laba-laba Darwin ini?

Berusaha dan mampu bertahan itu wajib. Tidak cukup hanya keras, tapi juga harus punya strategi yang cocok dengan situasi dan kondisi sekitar dan sekarang untuk bertahan dalam proses, mencapai tujuan dan berhasil! Banyak dari kita yang mencapai tujuan tapi tidak berhasil. Saya pernah.

Salah satu yang kita pelajari dari laba-laba Darwin adalah ‘kolaborasi‘. Menyerahkan sebuah tugas benar-benar kepada ahlinya, sang ‘angin’.

Laba-laba Darwin jelas tidak menguasai semuanya, pun tidak perlu. Tetapi paham untuk menguasai bagaimana dan dengan siapa sebuah pekerjaan dapat diselesaikan dan menghasilkan apa yang diharapkan (saya jadi ingat dengan pesan boss saya dulu, persis!).

Waktu harus dijadikan teman. Mahluk sekecil itu, membutuhkan waktu 2 jam untuk membangun rumahnya di tengah sungai. Bukan perkara mudah. Jika kita dalam sepatunya, seharusnya jumlah jam tadi dikalikan lagi dengan ratusan kali lipat untuk berproses dan mencapai tujuan. Volume otak dan ukuran kemanusiaan kita jelas sangat jauh dengan laba-laba Darwin ini.

Jadi, mau ahli dalam sebuah bidang? Berproses, berkolaborasi, bertahan, berproses lagi, berkolaborasi lagi, bertahan lagi, dan (semoga) berhasil. Jikapun belum, lakukan kembali langkah-langkah itu semua.

Ups, satu lagi, karena kita manusia, kita bisa melakukannya lebih dari itu. Tentukan kelebihannya itu dari sepatu kita sendiri.

That will be our extra mile. Ready?

– Dengan teman kecil, Deedee –